Pengertian Rekayasa Nilai
Sering kali suatu istilah, baik istilah teknik maupun non teknik dikenal
dan berkembang secara luas dalam masyarakat tanpa diketahui secara jelas arti
dan maksudnya. Hal ini menyebabkan timbulnya berbagai penafsiran yang beragam mengenai
istilah itu sesuai dengan persepsi dan kemampuan intelektual dari masing-masing
pihak dalam masyarakat. Kondisi yang demikian ini akan menimbulkan konflik yang
cukup serius jika pihak-pihak tersebut saling berhubungan dalam suatu ikatan
kerja karena tidak adanya kesamaan pandangan dan bahasa mengenai berbagai
masalah yang timbul di dalamnya.
O’Brien di dalam Manajemen Konstruksi Profesional karya Barrie dan Paulson (1984) menyatakan bahwa
hanya ada sekitar separuh dari perancang dan kontraktor dalam bidang industri
konstruksi yang telah memahami pengertian rekayasa nilai dan hanya ada satu
persen saja yang telah menerapkan teknik-tekniknya dengan penuh kesuksesan.
Pengertian dan pemahaman yang seragam mengenai rekayasa nilai sangat
diperlukan diantara tim rekayasa nilai dan pihak-pihak yang terkait agar
diperoleh hasil kerja rekayasa nilai yang optimum, sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan prinsip dan metode yang tepat.
Pengertian selengkapnya mengenai rekayasa nilai sebagaimana dikutip dari
Zimmerman (1982) adalah seperti tersebut di bawah ini:
a. Rekayasa nilai sebagai pendekatan tim
multi disipilin
Rekayasa nilai adalah suatu
teknik penghematan biaya produksi yang melibatkan pemilik, perencana, para ahli
yang berpengalaman di bidangnya masing-masing dan konsultan rekayasa nilai. Jadi pekerjaan
rekayasa nilai adalah kerja suatu tim, yang anggota-anggotanya berasal dari
berbagai kalangan dan disiplin ilmu, bukan kerja orang-perorangan.
b. Rekayasa nilai sebagai teknik manajemen
yang teruji
Rekayasa nilai adalah suatu
teknik penghematan biaya yang telah terbukti dan terjamin mampu menghasilkan
berbagai produk yang bermutu dengan biaya rendah. Jadi rekayasa nilai, sebagai
teknik yang direkomendasikan oleh para ahli, telah dibuktikan hasil-hasilnya
pada praktek di lapangan oleh para praktisi.
c. Rekayasa nilai sebagai sistem yang terarah
Dengan menggunakan tahapan
dalam rencana kerja rekayasa nilai, sebuah langkah-langkah yang tersusun rapi
dan terarah, rekayasa nilai digunakan untuk mengidentifikasi dan menghilangkan
biaya-biaya yang tidak diperlukan.
d. Rekayasa nilai sebagai fungsi yang terarah
Rekayasa nilai berorientasi
pada fungsi-fungsi yang diperlukan pada setiap item maupun sistem yang ditinjau
untuk menghasilkan nilai produk yang diinginkan Fungsi, sebagai sebuah
orientasi dalam rekayasa nilai, diterjemahkan ke dalam bentuk analisa fungsi
dalam salah satu langkah dalam tahapan rencana kerja rekayasa nilai.
e. Rekayasa nilai berorientasi pada biaya
daur hidup
Rekayasa nilai berorientasi
pada biaya total yang diperlukan selama proses produksi serta optimasi
pengoperasian segala fasilitas pendukungnya (berorientasi pada biaya total
kepemilikan dan pengoperasian fasilitas). Orientasi pada biaya daur hidup
proyek dimanifestasikan dalam bentuk analisa biaya daur hidup dalam salah satu
bagian analisanya dalam rencana kerja rekayasa nilai.
Zimmerman (1982) lebih jauh
menjelaskan pengertian rekayasa nilai dalam bentuk yang lain, yaitu:
a. Rekayasa nilai bukan pemotongan biaya
Artinya bahwa rekayasa nilai
bukanlah proses penghematan biaya dengan mengurang biaya satuan (unit price),
maupun mengorbankan mutu, keandalan dan penampilan dari produk yang dihasilkan.
b. Rekayasa nilai bukan peninjauan kembali
desain
Artinya bahwa rekayasa nilai
bukanlah mencari-cari kesalahan dalam perencanaan sebelumnya atau mengulangi
perhitungan yang telah dilakukan oleh pihak perencana.
c. Rekayasa nilai bukan suatu keharusan
mengerjakan semua desain
Dalam arti bukan menjadi
keharusan setiap perencana untuk melaksanakannya. Hal ini disebabkan perencana
mempunyai keterbatasan waktu dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan perbandingan dengan alternatif lain di luar yang
dikuasainya.
d. Rekayasa nilai bukan pengendalian mutu
Disebut demikian karena
rekayasa nilai lebih dari sebuah pengendalian mutu.
2.1
Alasan
Diperlukannya Rekayasa Nilai
Keterbatasan sumber daya baik berupa material, dana maupun tenaga kerja
sering kali menjadi kendala kelangsungan sebuah proyek. Adanya keterbatasan
sumber daya tersebut mendorong diadakannya langkah-langkah antisipatif yang
bertujuan menjaga kelangsungan proyek atau produk yang dikerjakan. Langkah-langkah
tersebut bisa berupa pinjaman dana dari pihak lain, penerapan program efisiensi
penggunaan dana dan sebagainya.
Penerapan rekayasa nilai sebagai salah satu alternatif penghematan dana
pada beberapa tahun terakhir ini meningkat dengan cukup pesat. Hal-hal yang menyebabkan peningkatan penerapan
rekayasa nilai tersebut diantaranya:
a. Peningkatan pesat biaya konstruksi dari
tahun ke tahun
b. Kekurangan dana atau biaya untuk
pelaksanaan pembangunan
c. Suku bunga perbankan yang cukup tinggi
terhadap dana-dana yang dipergunakan
d. Meningkatnya laju inflasi setiap tahun
e. Kemajuan teknologi yang sangat pesat di
mana sering dijumpai bahwa hasil perencanaan dan metode yang dipakai jauh
tertinggal dengan scientific progress
f.
Pemilik
proyek yang sering menghadapi suatu hasil perencanaan atau pekerjaan yang
terlampau mewah dan mahal, sehingga tidak terjangkau dengan dana yang tersedia.
Sebaliknya, kemewahan tersebut sama sekali tidak menunjang fungsi utama (basic function) yang dibutuhkan. Hal ini
sering terdapat pada perencanaan yang antara lain disebabkan kurang selarasnya
komunikasi dan hubungan antara pemilik proyek yang menentukan
keperluan-keperluannya dengan pihak perencana yang menerapkan
keperluan-keperluan tersebut ke dalam bentuk spesifikasi dan gambar-gambar dua
dimensi.
g. Dengan mengambil keuntungan dari kemajuan
teknologi dalam material dan metode konstruksi dan menggunakan kemampuan
kreatif pada setiap perencana, dalam batas-batas tertentu masih dapat mengatasi
peningkatan biaya konstruksi.
h. Untuk mendapatkan fasilitas yang
diperlukan sesuai dengan dana yang tersedia, dapat dimanfaatkan usaha untuk
mencapai fungsi utama yang diperlukan dengan biaya seminimal mungkin. Ini
adalah usaha dari rekayasa nilai melalui pendekatan secara sistematis dan
terorganisasi.
2.2
Saat
Penerapan Rekayasa Nilai
Barrie
dan Paulson (1984) menjelaskan, secara umum ada enam tahapan dasar yang
memberikan sumbangan dalam realisasi suatu proyek mulai dari suatu gagasan
hingga menjadi suatu kenyataan, yang dikenal dengan daur hidup proyek
konstruksi atau The Life Cycle of Construction
Project, yaitu:
a.
Konsep dan Studi Kelayakan (Concept and Feasibility Studies)
b.
Pengembangan (Development)
c.
Perencanaan (Design)
d.
Konstruksi (Construction)
e.
Operasi dan Pemeliharaan (Operation and Maintenance)
f.
Perbaikan
Setiap tahap berhubungan satu sama lain, besarnya waktu dalam prosentase
yang dibutuhkan masing-masing tahap bergantung pada jenis proyek yang
dikerjakan.
Secara teoritis, lanjut mereka, program rekayasa nilai dapat
diaplikasikan pada setiap tahap sepanjang waktu berlangsungnya (life time) proyek, dari awal hingga
selesainya pelaksanaan konstruksi, bahkan sampai pada tahap penggantian (replacement).
Kebanyakan suatu proyek, terutama proyek sipil berjalan tanpa diadakan
studi rekayasa nilai terlebih dahulu. Untuk proyek dengan dana milyaran rupiah, hal demikian seharusnya tidak
terjadi. Merupakan tugas konsultan rekayasa nilai untuk menjamin dan meyakinkan
pemilik bahwa setiap proyek dapat mencapai efisiensi dan penghematan biaya
melalui penerapan program rekayasa nilai.
Meskipun program rekayasa
nilai dapat diterapkan sepanjang waktu berlangsungnya proyek adalah lebih
efektif bila program rekayasa nilai sudah diaplikasikan pada saat tertentu
dalam tahap perencanaan untuk menghasilkan penghematan potensial yang
sebesar-besarnya. Secara umum untuk mendapatkan penghematan potensial maksimum,
penerapan rekayasa nilai harus dimulai sejak dini pada tahap konsep dan secara
berkelanjutan hingga selesainya perencanaan.
Semakin lama saat menerapkan
program rekayasa nilai potensi penghematan akan semakin kecil. Sedangkan biaya
yang diperlukan untuk mengadakan perubahan akibat adanya rekayasa nilai semakin
besar. Pada suatu saat potensi penghematan dan biaya perubahan akan mencapai
titik impas (break even point), yang
berarti tidak ada pengehematan yang dapat dicapai.
2.3.1 Tahap
Konsep Perencanaan
Berdasarkan studi-studi yang dilakukan Barrie dan Paulson (1984), penerapan rekayasa
nilai sebisa mungkin diusahakan mulai dilaksanakan pada tahap konsep
perencanaan. Sebab tahap ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
keseluruhan proyek, disamping kita memiliki fleksibilitas yang maksimal untuk
mengadakan perubahan-perubahan tanpa menimbulkan biaya tambahan untuk merencana
ulang (redesign).
Dengan berkembangnya proses, perencanaan biaya yang diperlukan untuk
mengadakan perubahan-perubahan akan bertambah sampai akhirnya mencapai suatu
titik dimana tidak ada penghematan yang dapat dicapai.
Pada tahap perencanaan ini,
pemilik proyek menetapkan:
a. Tujuan proyek (goal)
b. Keperluan-keperluan (requirement)
c. Kriteria-kriteria yang diinginkan
(applicable criteria)
Atas dasar tersebut perencana
menetapkan objektivitas dari proyek dan kerangka biaya yang menjadi rencana
anggaran biaya untuk menentukan batas-batas dari tujuan, keperluan-keperluan
dan kriteria-kriteria yang diminta pemilik proyek.
Studi Barrie dan Paulson
(1984) tersebut telah membuktikan bahwa perencana memiliki pengaruh terbesar
pada biaya suatu proyek, demikian pula pemilik proyek yang menetapkan kebutuhan
dan kriteria tersendiri mempunyai pengaruh sangat besar terhadap biaya proyek
secara keseluruhan. Kurang lebih 70% biaya proyek telah ditetapkan pada akhir
tahap konsep perencanaan yang disusun oleh perencana bersama pemilik proyek.
Oleh karenanya studi rekayasa
nilai yang dilaksanakan pada tahap ini akan mempunyai potensi yang sangat besar
untuk meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya. Pada tahap ini pula studi
studi rekayasa nilai dapat membantu pemilik proyek untuk:
a. Menetapkan keperluan yang sebenarnya dari
proyek tersebut, dimana diperlukan pengertian yang lengkap terhadap fungsi
utama yang akan ditampilkan dalam perencanaan.
b. Melakukan koordinasi terpadu antara ahli
rekayasa nilai, pemilik proyek dan perencana untuk meneliti secara mendalam,
menyeluruh dan menyatakan dengan tegas kebenaran dari semua keperluan-keperlaun
dan menghilangkan kesimpangsiuran.
2.3.2 Tahap Akhir Perencanaan
Dengan kemajuan perencanaan
proyek, dari mulai konsep, programming,
schematic, pengembangan sampai ke
detail perencanaan (final design),
rekayasa nilai diperlukan untuk mengiringi kemajuan perencanaan ini. Khususnya
pada setiap penyerahan tahapan perencanaan analisa rekayasa nilai harus
disertakan. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan pengarahan kepada
perencana dan menjamin bahwa pertimbangan dari segi nilai maupun biaya telah
dikemukakan pada pemilik proyek guna mendapatkan perhatian dalam mengambil
keputusannya.
Paling tidak rekayasa nilai
ini harus dilaksanakan pada tahap pengembangan desain dan menyertai penyampaian
hasil dari tahapan pengembangan perencanaan ini. Pada tahap ini hasil
perencanaan telah diputuskan bentuk, ukuran dan spesifikasi telah diketahui
yang mana memungkinkan untuk memberikan kepastian yang lebih akurat dalam
menentukan biaya-biaya dari sistem arsitektur dan struktur yang digunakan.
Selain itu studi rekayasa
nilai masih cukup menguntungkan jika dilaksanakan pada akhir dari tahap
perencanaan, namun elemen-elemen yang dapat dirubah tanpa mengakibatkan
pengunduran waktu dan penambahan biaya untuk merubah perencanaan yang ada
berkurang dibandingkan tahapan-tahapan sebelumnya, dan sangat tergantung dengan
keadaan penjadwalan waktu dari proyek pada saat dimana studi rekayasa nilai
akan dilaksanakan.
2.3.3
Tahap Pelelangan dan Pelaksanaan
Seperti disebutkan sebelumnya,
penerapan rekayasa nilai akan efektif jika dilaksanakan pada tahap perencanaan
karena penghematan potensial yang dihasilkan cukup besar, tetapi tidak menutup
kemungkinan hal untuk dilaksanakan pada tahap pelelangan dan pelaksanaan.
2.3
Prosedur Pelaksanaan
Rekayasa Nilai
Salah satu ciri spesifik metode optimasi biaya dengan teknik rekayasa
nilai adalah diterapkannya secara sistematis dari awal analisa hingga
mendapatkan hasil akhir yang dapat dipertanggungjawabkan. Sistimatika tersebut
terdiri dari tahap-tahap yang saling berhubungan satu sama lain yang
menjelaskan proses analisa secara jelas dan terpadu. Tahap-tahap analisa
tersebut dikenal sebagai Rencana Kerja Rekayasa Nilai.
Menegnai tahap-tahap analisa dalam rencana kerja rekayasa nilai, terdapat
beberapa pendapat yang pada dasarnya sama dan saling melengkapi. Barrie dan Paulson (1984)
memberikan daftar rencana kerja rekayasa nilai menurut beberapa pendapat,
diantaranya:
a.
Menurut Dell’Isola pada tahun 1972, rencana kerja
rekayasa nilai dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
-
Tahap Informasi
Melakukan identifikasi secara lengkap atas sistem struktur bangunan dan
sistem pelaksanaan konstruksi, identifikasi fungsi dan estimasi biaya yang
mendasar pada fungsi pokok.
-
Tahap Kreatif
Menggali gagasan-gagasan alternatif sistem struktur maupun pelaksanaan
sebanyak-banyaknya dalam memenuhi fungsi pokok.
-
Tahap Analisa
Melakukan analisa terhadap gagasan-gagasan alternatif yang meliputi:
analisa keuntungan-kerugian, analisa biaya daur hidup proyek, dan analisa
pembobotan kriteria dalam analisa pemilihan alternatif, untuk mendapatkan
alternatif yang paling potensial.
-
Tahap Rekomendasi
Mempersiapkan rekomendasi tertulis dari alternatif akhir yang dipilih
dengan pertimbangan kemungkinan pelaksanaan secara teknis dan ekonomis.
b.
Menurut L. D. Miles pada tahun 1961, rencana kerja
rekayasa nilai dibagi menjadi tujuh tahap, yaitu:
-
Tahap Orientasi
-
Tahap Informasi
-
Tahap Kreatif
-
Tahap Analisa
-
Tahap Perencanaan Program
-
Tahap Pelaksanaan Program
-
Tahap Ihtisar dan Kesimpulan
c.
Menurut U.
S. Dept. Of Defense pada tahun 1963, rencana
kerja rekayasa nilai dibagi menjadi tujuh tahap, yaitu:
-
Tahap Informasi
-
Tahap Kreatif
-
Tahap Analisa
-
Tahap Pengembangan
-
Tahap Penyajian
d.
Menurut Public Buildings Service of the General Service
Administration (GSA-PBS) pada tahun 1972, rencana kerja rekayasa nilai dibagi
menjadi delapan tahap, yaitu:
-
Tahap Orientasi
-
Tahap Informasi
-
Tahap Kreatif
-
Tahap Analisa
-
Tahap Pengembangan
-
Tahap Penyajian
-
Tahap Penerapan
-
Tahap Tindak Lanjut
e.
Menurut L. D. Miles pada tahun 1972, rencana kerja
rekayasa nilai dibagi menjadi lima
tahap, yaitu:
-
Tahap Informasi
-
Tahap Analisa
-
Tahap Kreatif
-
Tahap Penilaian
-
Tahap Pengembangan
f.
Menurut E. D. Heller pada tahun 1971, rencana kerja
rekayasa nilai dibagi menjadi enam tahap, yaitu:
-
Tahap Informasi
-
Tahap Kreatif
-
Tahap Evaluasi
-
Tahap Investigasi
-
Tahap Pelaporan
-
Tahap Penerapan
g.
Menurut A. E. Mudge pada tahun 1971, rencana kerja
rekayasa nilai dibagi menjadi tujuh tahap, yaitu:
-
Tahap Seleksi Proyek
-
Tahap Informasi
-
Tahap Fungsi
-
Tahap Kreatif
-
Tahap Evaluasi
-
Tahap Investigasi
-
Tahap Rekomendasi
Di Indonesia, tahap-tahap analisa dengan metode rekayasa nilai adalah
seperti yang tercantum dalam lampiran B Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum No. 222/KPTS/CK/1991 tanggal 7 Juni 1991 mengenai
Pedoman Spesifikasi Teknis Penyelenggaraan Pembangunan Bangunan Gedung Negara,
tahun anggaran 91-92. Adapun tahap-tahapnya meliputi:
-
Tahap Orientasi
-
Tahap Informasi
-
Tahap Kreatif
-
Tahap Analisa
-
Tahap Pengembangan
Pada pola pikir ilmiah, tahap pertama adalah timbulnya suatu permasalahan
akibat suatu hal yang masih belum kita ketahui, untuk mempelajari masalah
tersebut kita berusaha mendapatkan data yang sebanyak-banyaknya yang berkaitan
dengan masalah yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan tahap informasi dari
rencana kerja rekayasa nilai,dimana kita berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin
data-data mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan proyek yang kita
tangani sehubungan dengan optimasi pembiayaan yang menjadi permasalahan proyek.
Kelebihan dari rencana kerja rekayasa nilai adalah adanya tahap kreatif,
dimana pada tahap ini setiap tim rekayasa nilai dituntut untuk bisa memberikan
alternatif pemecahan masalah/sumbang saran (brainstorming).
Kreatifitas dan pengalaman setiap anggota tim akan menentukan berasil atau
tidaknya perencanaan rekayasa nilai seperti spesifikasi yang diharapkan.
Selanjutnya jika dalam metode ilmiah klasik, kita mengembangkan sejumlah
hipotesa/dugaan sesuai dengan data dan penyelidikan yang kita lakukan, maka
dalam rekayasa nilai untuk menguji beberapa alternatif yang kita ajukan,
dilakukan serangkaian analisa baik secara teknis maupun non teknis sesuai
dengan item/sistem yang kita tinjau.
Dari berbagai analisa tersebut akhirnya dapat diperoleh sebuah alternatif
yang dianggap terbaik dan sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan, yang
kemudian disiapkan untuk pengembangan lebih lanjut dengan pertimbangan
pelaksanaan secara teknis dan ekonomis. Hal ini merupakan uji coba sekaligus
kesimpulan akhir, jika bekerja dengan metode ilmiah klasik.
Tahap akhir dari rencana kerja rekayasa nilai yang tidak terdapat dalam
metode ilmu pengetahuan adalah usulan, dimana kita menyajikan hasil analisa maupun
studi yang telah kita lakukan kepada pemilik proyek untuk mendapatkan
persetujuan penerapannya pada proyek yang bersangkutan.
2.3.1
Tahap
Informasi
Tahap informasi, sebagai tahap awal dari rencana kerja rekayasa nilai,
dimaksudkan untuk mengumpulkan dan mentabulasikan data-data yang berhubungan
dengan item yang akan distudi. Informasi berupa data-data proyek secara umum
maupun data-data tentang item pekerjaan sangat diperlukan. Dari data-data
inilah tahapan-tahapan dalam rencana kerja rekayasa nilai dapat dilakukan.
Beberapa prinsip dasar yang dilakukan pada tahap informasi adalah cost model dan analisa fungsi. Dibawah
ini dijelaskan prinsip-prinsip dasar tersebut.
Ø
Cost Model
Cost Model diperlukan dalam
menentukan item pekerjaan yang mempunyai biaya tinggi dan dibuat berdasarkan
informasi analisa biaya yang telah didapat pada saat pengumpulan data. Ada beberapa bentuk Cost Model (Zimmerman, 1982), yaitu:
v
Matrix Cost Model
Matrix Cost memisahkan komponen konstruksi proyek, dan mendistribusikan
komponen tersebut ke dalam berbagai elemen dan sistem dari proyek.
v
Breakdown Cost Model
Pada model ini sistem dipecah dari elemen tertinggi sampai elemen
terendah, dengan mencantumkan biaya untuk tiap elemen untuk melukiskan
distribusi pengeluaran.
Selain biaya nyata, yaitu biaya dari hasil desain yang sudah ada,
dicantumkan juga nilai manfaat (worth) yang merupakan hasil estimasi tim
rekayasa nilai berupa biaya terendah untuk memenuhi fungsi dasar.
Ø
Hukum
Distribusi Pareto
Hukum distribusi pareto menyatakan bahwa 80% dari biaya total secara
normal terjadi pada 20% item pekerjaan.
Dengan hukum distribusi pareto dapat ditentukan 80% biaya total yang
berasal dari 20% item pekerjaan yang mempunyai biaya tinggi. Analisa fungsi
hanya dilakukan pada 20% item pekerjaan tersebut. Sisa item pekerjaan hanya
memiliki biaya rendah, sehingga tidak dilakukan studi pada item pekerjaan
tersebut.
Ø
Analisa
Fungsi
Fungsi adalah suatu pendekatan untuk mendapatkan suatu nilai tertentu,
dalam hal ini fungsi merupakan karakteristik produk atau proyek yang membuat
produk/proyek dapat bekerja atau dijual. Miles, sebagaimana dikutip Barrie dan
Paulson di dalam Manajemen Konstruksi Profesional (1984) mendefinisikan fungsi
sebagai dasar dari maksud sebuah item atau pengeluaran, yang dapat berupa perangkat
keras atau suatu grup tenaga kerja, atau prosedur untuk melakukan atau
menyelesaikan suatu fungsi.
Pendekatan fungsi di dalam rekayasa nilai adalah apa yang memisahkannya
dari teknik reduksi biaya yang lain. O’Brien di dalam Manajemen Konstruksi Profesional karya Barrie dan Paulson
(1984) membedakan fungsi atas:
a. Fungsi dasar, yaitu fungsi, tujuan atau
prosedur yang merupakan tujuan utama dan harus dipenuhi.
b. Fungsi sekunder, yaitu fungsi pendukung
yang mungkin dibutuhkan tetapi tidak melaksanakan kerja yang sebenarnya.
Analisa fungsi bertujuan untuk
mengklasifikasikan fungsi-fungsi utama (basic
function) maupun fungsi-fungsi penunjangnya (secondary function). Selain itu juga untuk mendapatkan perbandingan
antara biaya dengan nilai manfaat yang dibutuhkan untuk menghasilkan fungsi
tersebut.
Lebih lanjut dia menyarankan
agar definisi fungsi dilakukan melalui penggunaan dua kata, kata kerja (verb) dan kata benda (noun). Cara ini memberikan keuntungan
sebagai berikut:
a. Membatasi timbulnya perluasan arti, sebab
jika kita tidak bisa mendefinisikan suatu fungsi dalam dua kata maka kita tak
cukup mempunyai informasi tentang masalah tersebut atau pendefinisian masalah
menjadi terlalu luas.
b. Menghindari penggabungan fungsi-fungsi dan
pendefinisian lebih dari satu fungsi sederhana, karena dengan hanya menggunakan
dua kata kita dipaksa untuk memecah-mecah masalah ke dalam elemen-elemen yang
paling sederhana.
c. Merupakan pembantu untuk mencapai tingkat
pengertian yang paling mendalam dari hal-hal yang spesifik. Jika hanya dua kata
yang digunakan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam komunikasi yang salah
pengertian dikurangi hingga tingkat yang paling minimum.
Langkah selanjutnya adalah
menentukan perbandingan antara cost
dan worth, dimana cost adalah biaya yang dibayar untuk
item pekerjaan tertentu (diestimasikan oleh perencana) dan worth adalah biaya minimal untuk item pekerjaan tetapi fungsi tetap
harus dipenuhi (biaya terendah yang diperoleh setelah ide ditemukan tetapi
fungsinya tetap), dia merasa yakin bahwa indeks nilai seperti cost dibagi dengan worth akan sangat berguna.
2.3.2
Tahap
Kreatif
Pada tahapan ini anggota tim rekayasa nilai dipacu untuk berfikir lebih
dalam dari apa yang baisanya dilakukan. Ide-ide datang baik dari hasil kerja
dalam tahap informasi maupun pemikiran anggota dan kelompok. Tahap ini tidak
dapat dimulai sampai masalah dipahami sepenuhnya. Lebih banyak anggota tim yang
berpartisipasi akan lebih banyak gagasan yang muncul. Semua ide dicatat dalam
lembar kerja.
Barrie
dan Paulson (1984) mengutip pernyataan Gordon tentang kelebihan dari kerja tim
ini. Upaya berpikir kreatif setiap anggota dalam kelompok akan dirangsang oleh
pihak lainnya dalam kelompok tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
salah satu anggota kelompok dapat membangkitkan gagasan bagi anggota kelompok
lainnya.
2.3.3
Tahap Analisa
Alternatif-alternatif yang
dihasilkan pada tahap kreatif dibawa dan dibahas lebih jauh pada tahap analisa.
Serangkaian analisa yang dilakukan atas setiap alternatif yang dihasilkan
tersebut bertujuan (Barrie dan Paulson, 1984):
a. Mengadakan evaluasi, mengajukan kritik dan
menguji alternatif yang dihasilkan dalam setiap tahap kreatif.
b. Memperkirakan nilai rupiah untuk setiap
alternatif.
c. Menentukan salah satu alternatif yang
memberikan kemampuan penghematan biaya terbesar namun dengan mutu, penampilan
dan keandalan terjamin.
O’Brien sebagaimana dikutip
oleh Barrie dan Pulson di dalam Manajemen Konstruksi Profesional (1984),
memberi batasan-batasan dalam melakukan analisa dalam tahap ini.
Batasan-batasan tersebut antara lain:
a. Menghilangkan gagasan-gagasan yang tidak
dapat memenuhi kondisi lingkungan dan operasi.
b. Menyingkirkan untuk sementara waktu semua
gagasan yang berpotensi namun berada di luar kemampuan atau teknologi saat ini.
c. Mengadakan analisa biaya mengenai gagasan
selebihnya.
d. Membuat daftar dari gagasan dengan segi
penghematan yang bermanfaat, termasuk potensi keunggulan maupun kelemahannya.
e. Memilih gagasan dengan keunggulan yang
melebihi kelemahannya dan mengusulkan segala sesuatu yang memberi penghematan
terbesar.
f.
Mempertimbangkan
kendala penting seperti estetika, keawetan dan kemudahan pengerjaannya sehingga
dapat membuat suatu daftar yang lengkap.
Adapun tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam tahap analisa ini adalah sebagai berikut:
Ø Analisa Keuntungan dan Kerugian
Pada analisa keuntungan dan
kerugian, ide-ide yang didapat pada tahap kreatif dicatat keuntungan dan
kerugiannya, kemudian diberi bobot nilai. Evaluasi ide harus subjektif mungkin.
Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menyaring ide diberikan oleh
Barrie dan Paulson (1984) adalah:
a. Keuntungan dalam segi biaya
b. Apakah ide yang diusulkan memenuhi
persyaratan fungsional yang diberikan
c. Apakah ide yang baru tersebut dapat
diandalkan
d. Apakah dampaknya terhadap jadwal desain
konstruksi
e. Apakah dibutuhkan redesign yang berlebihan
untuk mengimplementasikan ide tersebut
f.
Apakah
terdapat perbaikan terhadap desain asli
g. Apakah desain yang diusulkan pernah
digunakan pada waktu yang lalu
h. Apakah ide tersebut mempengaruhi estetika
bangunan/proyek
Setelah keuntungan dan
kerugian setiap ide kreatif dicatat, kemudian diberi peringkat (rating) untuk
masing-masing alternatif.
Ø Analisa Biaya Daur Hidup Proyek
Barrie dan Paulson (1984)
mengklarifikasikan daur hidup suatu proyek dalam enam tahapan besar, yaitu
tahap konsepsi dan studi kelayakan, rekayasa dan desain, pengadaan, konstruksi,
memulai dan penerapan serta pengoperasian atau penggunaan.
Lebih lanjut
mereka mengatakan bahwa pengukuran biaya yang akurat merupakan salah satu
persyaratan yang terpenting dari suatu program rekayasa nilai yang berhasil.
Sebagian besar perkiraan biaya dan catatan biaya yang dipergunakan dalam bidang
konstruksi menangani biaya modal dari sudut pandang kontraktor maupun pemakai
akhir dari fasilitas tersebut. Analisa biaya dari sudut pandang pemilik harus
memperhitungkan modal, operasi yang akan datang serta biaya perawatan bila
ingin mencapai nilai maksimum dari suatu investasi keseluruhan yang minimum.
Biaya daur
hidup biasa dipakai sebagai alat bantu dalam analisa ekonomi untuk mencari
alternatif-alternatif berbagai kemungkinan dalam pengambilan keputusan dan
menggambarkan nilai sekarang serta nilai yang akan datang dari suatu proyek
selama umur manfaat proyek itu sendiri dengan memperhatikan faktor ekonomi dan
moneter yang saling dependen satu sama lainnya.
Kelly dan
Steven Male (1993) memberikan prinsip-prinsip ekonomi yang dipakai dalam LCC,
yaitu:
a. Biaya sekarang (present cost)
b. Biaya di kemudian hari (future cost)
c. Biaya yang dikeluarkan pertahun (annual cost) dengan menggunakan formula
diskanto (discounting formula)
Lebih lanjut
mereka menjelaskan jenis-jenis yang termasuk LCC, yaitu:
a. Baiya investasi
b. Biaya pemilikan/pembebasan tanah
c. Biaya rekayasa (perencana, desain dan
pengawasan)
d. Biaya perubahan desain
e. Biaya administrasi
f.
Biaya
penggantian
g. Nilai sisa
h. Biaya operasional
v Bahan bakar
v Gaji staff
v Listrik
v Bahan kimia
v Perbaikan dan servis
v pengangkutan
i.
Biaya
pemeliharaan
v Suku cadang pelumas
v Buruh
v Pemeliharaan preventif
v kebersihan
j.
Biaya/beban bunga (cost
of money) yang dibebankan selama proyek
Secara garis besar biaya daur hidup adalah biaya total dari kepemilikan
dan pengoperasian fasilitas, menggambarkan biaya sekarang dan biaya yang akan
datang selama masa hidup proyek.
Dalam analisa biaya daur hidup proyek, alternatif-alternatif dianalisa
terhadap biaya daur hidup proyek.
Ø Analisa Pemilihan Alternatif
Analisa pemilihan alternatif
adalah analisa terakhir yang dilakukan dalam rangkaian rencana kerja rekayasa
nilai, di mana alternatif-alternatif dinilai dan dipilih satu yang terbaik.
Pada awalnya, kriteria-kriteria yang digunakan untuk menilai
alternatif-alternatif diberi bobot dengan menggunakan pembobotan kriteria
metode zero one. Aristoteles mengatakan bahwa kriteria terhadap manfaat sesuatu
dapat berupa nilai ekonomis, moral, keindahan, sosial, politik, keagamaan dan
hukum. Biaya bukanlah satu-satunya parameter pemilihan alternatif. Kriteria
maupun parameter lain harus diperhatikan, misalnya biaya redesign, waktu
implementasi, performansi, keselamatan, estetika dan sebagainya. Setelah semua
kriteria diberi bobot dan alternatif-alternatif diberi nilai untuk
masing-masing faktor, maka dipilihlah satu alternatif terbaik yang mempunyai
hasil perkalian antara bobot dengan nilai tertinggi. Alternatif terbaik inilah yang akan dipilih
sebagai alternatif usulan dalam tahap rekomendasi.
2.3.4
Tahap Usulan
Tahap ini merupakan tahap
terakhir dari rencana kerja rekayasa nilai menurut Dell’Isola. Setelah
alternatif yang terbaik berhasil didapat dan disetujui oleh seluruh tim dalam
tahap analisa seperti disebutkan terdahulu, maka tahap selanjutnya adalah tahap
usulan, yaitu mengajukan rekomendasi tertulis kepada pemilik proyek atas
alternatif terpilih baik dari segi teknis maupun ekonomisnya.
Barrie dan Paulson (1984)
menganjurkan agar dalam mengajukan usulan dimasukkan pertimbangan segala
sesuatu yang mungkin diperlukan untuk mendukung pelaksanaan alternatif
tersebut, seperti bagaimana pengadaannya, pengangkutannya, pengerjaannya di
lapangan, apa saja fasilitas penunjangnya, apa masalah-masalah yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan di lapangan serta cara penyelesaiannya. Dari segi cara
penyampaian, penyampaian harus baik dan meyakinkan serta disajikan sejelas
mungkin.
Secara lebih terperinci,
mereka menjelaskan bahwa dalam tahap ini dapat dilakukan hal-hal seperti
dibawah ini, yaitu:
a. Mempersiapkan pertimbangan ulang mengenai
alternatif yang diusulkan untuk menjamin bahwa alternatif tersebut merupakan
nilai yang paling tinggi dengan penghematan yang memuaskan.
b. Membuat usulan yang baik. Usulan yang baik
adalah usulan yang disampaikan dengan metode yang baik, materi usulan jelas,
ringkas dan mudah dimengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar